
Penanaman Nilai-Nilai Aqidah
Penulis By Dr. Abdul Mukti, M.Ed. (Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah) | 31 Mei 2019 | dilihat 577 KaliAlquran dalam banyak ayat memberikan pelajaran kita agar kita
memberikan penanaman aqidah, penegasan
Lukman kepada anakanya atau Yakub kepada anaknya. Penanaman aqidah adalah
tanggung jawab orang tua, bukan tanggung jawab lembaga pendidikan. Karena
kemampuan dan kesempatan itu maka perlu diperkuat oleh lembaga pendidikan. Tetapi bukan diambil alih, ini kenapa perlu
tekankan, karena seringkali orang tua perpendapat kalau sudah sekolah orang tua
tidak perlu lagi memberikan pendidikan agama, sudah pasrah semuanya kesekolah,
itu menurut islam tidak demikian.
Peran lembaga pendidikan memperkuat apa yang ditanamkan orang
tuanya, kenapa hal itu penting, sebab ada hadits nabi yang menjelaskan, setiap
anak lahir dalam keadaan fitrah (Islam), tapi dalam perkembangannya mereka bisa
menjadi pemeluk agama yang lain atau menjadi tidak taat beragama dan itu
menjadi ancaman serius pada dunia modern, ancaman degenerasi sangat kuat.
Degenerasi ada dua, pertama degenerasi nasabiah, yaitu apabila seseorang
tidak mempunyai keturunan, sehingga
terjadi keterputusan generasi. Itulah sebabnya dalam islam ditekankan untuk menikah, karena tujuan
pernikahan itu supaya punya keturunan. Kedua adalah degenerasi diniyah
atau keterputusan generasi keagamaan.
Degenerasi diniyah bentuknya ada tiga, pertama ketika
generasi kita itu masih seaqidah, masih taat beribadah, bapaknya juga tokoh dan
ulama, tapi anaknya tidak melakukan perjuangan yang dilakukan orang tua. Kedua
generasi yang masih seaqidah tapi anaknya sudah tidak taat lagi beribadah, masih
beragama islam tapi amalan islam sudah tidak dilaksanakan. Dan yang ketiga
generasi yang anak sudah tidak seaqidah dengan
orang tuanya. Generasi ini sering kali terjadi karena faktor pergaulan dan
karena faktor pendidikan. Faktor orang yang pindah aqidah karena pergaulan
seprofesi atau karena pernikahan, pasangan berbeda agama dan ikut agama lain. Atau
karena faktor pendidikan, ini terjadi karena orang tuanya tidak memilihkan
sekolah yang memberikan penanaman aqidah, akhlakul karimah dan kemampuan keilmuan
dalam dunia profesional. Selain tantangan pergaulan bisa jadi karena pengaruh
media, banyak mengakses informasi media juag dapat berpotensi merusak aqidah, karenalah
itu tantangan itu semakin terbuka.
Untuk menanamkan agama perlu pendekatan keteladanan, khsusnya keteladanan
dari orang tua. Orang tua harus mencontohkan sholat, orang tua yang tidak
sholat maka akan sulit untuk menyuruh sholat karena orang tuanya tidak sholat.
Proses belajar lebih dipengaruhi orang tua, kemudian pengaruh teman
pergaluananya. Maka orang tua perlu memilihkan
lingkungan yang tepat untuk anak. Pada tahap awal mereka melakukan ibadah itu
berdasarkan komunitasnya, yang dalam bahasa sosialoginya disebut komunel
piety artinya orang menjadi sholeh
karena teman linkungannya yang sholeh, karena itu penciptaan lingkungan jadi
sangat penting.
Saat ini seiring waktu pengaruh orang tua mulai berkurang, pengaruh
orang tua diambil oleh guru, apa kata orang tua itu yang lebih diikuti dari
pada orang tuanya. Kalau sudah remaja yang sangat berpengaruh itu pier group/ teman
sepergaulan. Inilah yang menjadi sebab anak berubah, karena itu penciptaan
lingkungan itu penting. Yang ketiga pengalaman-pengalaman yang bersifat
keagamaan yang membuat mereka semakin dekat dengan agama, mereka minta untuk
menjadi panitia, pelibatkan mereka di keniatan, sehingga mereka punya pengalam
langsung, dan berbagaima macam kegiatan lainya yang mendukung.
Problem di masyarakat saat ini
adalah perilaku individualis. Sebagai contoh masyarakat dahulu jika anak
saat magrib itu pasti diurusi oleh tetangganya. Saat ini mereka membiarkan saja
merasa bukan anaknya, padahal sebenarnya kalau ada satu anak saja yang tidak
baik, maka itu akan mempengaruhi yang lainnya. Walaupun anak kita ajarkan tutur
kata yang baik, sopan santun tapi begitu bergaul dengan temannya yang tidak
baik bisa rusak akhlaknya. Pendidikan dimasyarakat juga sangat penting, tapi
tidak kalah penting adalah pengaruh media. anak-anak saat ini sangat tepangaruh
terhadap media-media sosial, walaupun sudah kecil pengaruh media elektronik. Mereka
belum mimiliki filter untuk bisa melakukan seleksi terhadap mana yang benar dan
mana yang salah, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Karena itu orang
tua dan guru juga perlu memiliki kemampuan menggunakan media, misalkan kalau
anaknya punya faceebok orang tua kalau bisa ikut berteman, supaya dia tahu
anaknya berteman dengan siapa dan dia berbicara seperti apa, karena sering kali
anak dirumah bicara sopan-sopan saja, tapi saat posting di faceebok bicaranya
tidak karuan. Tentu perlu ada pendampingan supaya anak-anak memiliki melek
media, melek media itu bukan hanya mereka bisa menggunakan media, tapi bisa
memilih, menyeleksi mana yang baik, mana yang tidak baik, mana yang benar dan
mana yang salah.
Didalam dunia pendidikan, guru harus dekat dengan murid, dan
kedekatannya tidak hanya kedekatan formalitas belajar, tapi perlu kedekatan
diluar proses belajar. Dalam pendidikan sering dikenal istilah hiden kurikulum
dan riten kurikulum. Riten kurikulum itu kurikulum yang tertulis dalam proses
belajar, dan hiden kurikulum itu
pengalaman-pengalaman yang dilihat oleh siswa selama dalam proses pendidikan. Misalnya
oleh guru agama diajari jujur tapi sekolah tersebut korup ini jelas tidak bisa
menghasilkan anak-anak yang jujur. Diajarkan akhlak mulai tapi dilinkungan
sekolah bicaranya kasar-kasar, diajarkan saling menghormati tapi buling
dibiarkan, ini kan tidak boleh karena menjadi kotra produktif. Perlu ada
penciptaan lingkungan yang sesuai tuntunan agama sehingga terjaga imannya
terjaga akhlaknya itulah yang dalam teori belajar hiden kurikulum, tidak
tertulis, tersembunyai tapi sebenarnya berpengaruh.
Agar pendidikan bisa
perjalan optimal perlu komunikasi yang baik dengan orang tua. Sekolah bisa
memberikan akses komunikasi yang seluas-luasnya atau orang tua boleh
menghubungi gurunya kapan saja. Komunikasi jangan hanya dilakukan saat
pengambilan raport dan lebih pada bersifat akademik, misalnya orang tua hanya
peduli jika nilai matematika anakya kecil, tapi tidak pertanya dan peduli
bagaimana sikap dan perilaku anaknya dikelas. Sinergitas antara orang tua dan guru
di sekolah yang harus sama-sama mendidik inilah yang akan menghasilkan generasi
yang mempunyai pemahaman agama yang baik.